Terserah
kalian mau percaya atau tidak. Ini ceritaku. Yah, memang ceritaku. Tentang
cinta dan benci yang terngiang kembali karena beberapa benda yang ternyata
masih aku simpan. Benda-benda yang aku simpan di dalam sebuah kotak kardus
persegi panjang. Kalian mau tahu dari mana asal semua benda ini? Dan mengapa
benda ini masih ada sampai sekarang? Mari kita mulai.
Namanya
Sabrina. Dia yang menjadi pelaku tunggal atas kehadiran benda-benda ini. Dua
minggu lalu kami memutuskan untuk mengakhiri jalinan cinta yang kita jalani
selama hampir setahun. Selama dua minggu itu aku dan dia benar-benar lost contact. Walaupun nomor ponselnya
masih bertengger cantik di kontak ponselku.
Saat
itu aku berniat beberes kamar. Tak sengaja kutemukan kotak itu di salah satu
sudut kamar. Kubuka dan jreng!! Momen-momen itu kembali teringat. Momen di mana
satu persatu Sabrina memberikan barang-barang ini padaku. Awalnya air mataku
hampir menetes, namun seketika semuanya berganti menjadi benci mengingat
hubungan kami yang gagal karena sifat menyebalkannya. Karena saking bencinya,
aku nekat meraih ponsel dan melayangkan sms padanya.
“Lo
nggak mau ambil barang-barang pemberian lo di sini? Bikin sumpek kamarku tahu
nggak.” Aku tidak memikirkan lagi sehalus atau sekasar apapun aku mengatakan
itu padanya. Benciku masih berbekas. Dan untunglah, pesan itu dia balas tanpa
harus kutunggu berabad-abad lamanya.
“Untung
aja lo sms. Gue hampir aja buang semua barang pemberian lo juga. Oke gue mau
balikin.”
Sms-an
dadakan itu akhirnya membuahkan hasil. Nanti sore di taman kota, kami janjian
untuk mengembalikan masing-masing kotak berisi barang pemberian kita. Namun ada
syarat yang ia tawarkan. Kami tidak boleh saling bertemu, apalagi bertatap
muka. Yang jelas, kardus ini aku dan dia taruh di kursi taman, dan satu persatu
dari kami mengambil kardus masing-masing tanpa bertemu sama sekali. Benci kuakui,
idenya memang cemerlang.
Sore
itu. Sesuai perjanjian, di taman kota. Aku bersembunyi di belakang pohon sambil
menerawang jauh ke kursi taman. Masih kosong. Aku pun berlari ke arah kursi itu
sambil membawa kota penuh barang pembawa kebencian ini. Kutaruh di kursi taman
lalu kembali bersembunyi di belakang pohon. Kulayangkan sms ke Sabrina,
melaporkan aku telah menaruhnya di tempat yang sudah menjadi kesepatakan.
Sabrina membalas pesanku, ia mengatakan dia segera menaruh kardus punyanya
juga. Aku tidak berani berbalik ke arah kursi taman. Aku hanya bersandari di
pohon seraya menunggu aba-aba smsnya.
“Udah!”
Smsnya singkat. Perlahan aku berbalik dan mengintip dari sisi pohon. Tak ada
lagi siapa-siapa di sana. Hanya ada satu kardus... Tunggu dulu, kardus itu tak
asing. Aku pun berjalan mendekatinya. Mataku terbelalak. Ini kan kardusku lagi?
Mana Sabrina? Jangan-jangan dia cuma mau mengerjaiku saja. Dia tidak datang
rupanya. Sial! Aku ditipu!
Kubuka
kardus milikku dan ternyata... Ada secarik kertas yang terbaring di atasnya.
“Hei,
gue nggak bisa balikin barang pemberian lo. Boleh kan gue simpen semua
barang-barang dari lo? Lo juga simpen aja barang-barang dari gue. Gue minta
maaf kalau selama ini suka buat kamu sebel dan kecewa. Gue nggak mau lepasin
barang-barang dari lo. Gue mau simpen. Biar gue nggak lupa, kalau lo pernah ada
di hati gue.” Spontan air mataku menetes tanpa kuduga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar